Taruhan Gila Nauru: Kaya Raya atau Miskin Selamanya di Dasar Laut

kabaRakyat.web.id - Nauru, pulau kecil di Pasifik, pernah kaya raya dari fosfat. Kini, ekonomi mereka runtuh, mendorong taruhan besar pada tambang laut dalam.
Di Clarion-Clipperton Zone, nodul polimetalik bernilai 20 triliun dolar menanti. Logam ini vital untuk energi hijau, tapi risikonya besar.
Nauru bermitra dengan The Metals Company (TMC) untuk menambang nodul. Namun, langkah ini memicu kontroversi global tentang lingkungan dan keadilan.
Sejarah Kekayaan dan Kehancuran Nauru
Fosfat mengubah Nauru menjadi negara kaya pada 1970-an. PDB per kapita mereka hanya kalah dari Arab Saudi.
Penambangan fosfat menghancurkan 80% pulau. Tanah subur lenyap, air bersih langka, dan hutan musnah selamanya.
Setelah fosfat habis pada 1990-an, investasi buruk menghabiskan kekayaan. Nauru jatuh menjadi salah satu negara termiskin.
Sobat KabaRakyat, Nauru kini mencari jalan pintas. Tambang laut dalam dianggap solusi untuk bangkit dari kemiskinan.
Nauru belajar dari masa lalu. Mereka ingin tambang laut dikelola bertanggung jawab, tapi tantangannya besar.
Potensi Ekonomi dan Risiko Lingkungan
Nodul polimetalik kaya akan nikel, kobalt, tembaga, dan mangan. Logam ini esensial untuk baterai mobil listrik.
TMC mengklaim tambang laut lebih ramah lingkungan dibandingkan tambang darat yang menghancurkan hutan tropis.
Namun, ilmuwan memperingatkan kerusakan ekosistem laut dalam. Nodul adalah rumah bagi spesies unik yang belum teridentifikasi.
Penambangan bisa menciptakan awan sedimen, mengganggu siklus karbon laut yang menyerap emisi global.
Sobat KabaRakyat, dampaknya bisa meluas hingga iklim global. Penelitian menunjukkan pemulihan ekosistem membutuhkan puluhan tahun.
Kontroversi Hukum dan Kolonialisme Baru
Nauru mensponsori TMC berdasarkan hukum laut PBB. Keuntungan harus dibagi untuk kemanusiaan, terutama negara berkembang.
Namun, negara kecil seperti Nauru sering jadi “sponsor kenyamanan” bagi perusahaan besar, memicu tuduhan kolonialisme baru.
ISA, yang mengatur tambang laut, gagal menyelesaikan regulasi hingga 2023. Nauru memicu aturan dua tahun pada 2021.
Keputusan AS di bawah Trump untuk menambang tanpa ISA memicu kecaman. Banyak yang menyebutnya pembajakan modern.
Sobat KabaRakyat, Nauru berisiko jadi pion di permainan global. Sejarah fosfat mengajarkan bahwa keuntungan sering lari ke pihak besar.
Nauru berharap royalti dan lapangan kerja. Namun, kapasitas mereka untuk mengawasi TMC sangat terbatas.
Sejarah Nauru menunjukkan negara kecil sering dirugikan. Pertanyaannya, akankah tambang laut mengulang tragedi fosfat?