Puan Maharani Klarifikasi Gaji DPR 2025, Hanya Tunjangan Rumah

KabaRakyat.web.id - Kabar kenaikan gaji anggota DPR RI menjadi sorotan publik. Isu ini memicu diskusi hangat di media sosial, terutama setelah klaim gaji Rp3 juta per hari beredar.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan tidak ada kenaikan gaji pokok. Yang terjadi hanyalah penyesuaian tunjangan sebagai kompensasi fasilitas yang dihapus.
Isu ini mencuat setelah unggahan akun Instagram dan TikTok. Mereka menyebut gaji DPR mencapai Rp100 juta per bulan, memicu reaksi beragam dari masyarakat.
Penyesuaian Tunjangan, Bukan Kenaikan Gaji
Puan Maharani menjelaskan, anggota DPR tidak lagi mendapat rumah jabatan. Sebagai gantinya, diberikan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan.
Kebijakan ini berlaku sejak Oktober 2024. Rumah dinas di Kalibata dan Ulujami dikembalikan ke pemerintah, diganti dengan kompensasi tunjangan.
Wakil Ketua DPR Adies Kadir membenarkan adanya penyesuaian tunjangan. Namun, gaji pokok anggota DPR tetap Rp4,2 juta sesuai aturan lama.
Tunjangan perumahan ini dinilai wajar untuk mendukung tugas kenegaraan. Anggota DPR sering menampung konstituen dari daerah pemilihan masing-masing.
Rincian Gaji dan Tunjangan DPR
Gaji pokok DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Ketua DPR menerima Rp5,04 juta, wakil ketua Rp4,62 juta, dan anggota Rp4,2 juta.
Selain gaji pokok, anggota DPR mendapat berbagai tunjangan. Ini mencakup tunjangan beras, bensin, istri, anak, hingga tunjangan kehormatan.
Tunjangan beras naik dari Rp10 juta menjadi Rp12 juta per bulan. Tunjangan bensin juga meningkat dari Rp4-5 juta menjadi Rp7 juta.
Total pendapatan anggota DPR kini berkisar Rp69-70 juta per bulan. Angka ini belum termasuk tunjangan perumahan Rp50 juta.
Sobat KabaRakyat, angka ini menuai kritik. Banyak yang membandingkannya dengan upah minimum masyarakat, seperti UMP DKI Jakarta Rp5,4 juta.
Kontroversi dan Tanggapan Publik
Kabar gaji Rp100 juta per bulan berasal dari pernyataan anggota DPR TB Hasanuddin. Ia menyebut total pendapatan meningkat karena tunjangan baru.
Pernyataan ini memicu persepsi gaji DPR naik Rp3 juta per hari. Puan Maharani menegaskan informasi ini hoaks dan menyesatkan.
Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan, tunjangan perumahan berbeda dengan gaji. Angka Rp100 juta tidak mencerminkan take home pay sebenarnya.
Publik mempertanyakan urgensi tunjangan Rp50 juta. Banyak yang menilai ini tidak sejalan dengan kondisi ekonomi rakyat yang sulit.
Sobat KabaRakyat, tunjangan ini dianggap memperlebar kesenjangan. Harga sewa rumah elit di Senayan mencapai Rp38-95 juta per bulan.
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritik kebijakan ini. Mereka menilai tunjangan perumahan hanya menambah beban anggaran negara.
Lucius Karus dari Formappi menyarankan penggunaan rumah dinas yang ada. Ini dinilai lebih efisien, terutama menjelang rencana pindah ke IKN.
Adies Kadir menyebut kenaikan tunjangan karena Menteri Keuangan “kasihan” dengan anggota DPR. Pernyataan ini memicu reaksi beragam di masyarakat.
Sobat KabaRakyat, kebijakan ini dianggap kurang sensitif. Inflasi pangan dan melemahnya daya beli rakyat membuat tunjangan ini terlihat berlebihan.
Anggota DPR diminta lebih transparan soal penggunaan tunjangan. Akuntabilitas menjadi isu krusial agar dana rakyat digunakan dengan tepat.