Tragis! Siswa Kelas 7 SMPN 3 Doko Blitar Jadi Korban Bullying Massal

KabaRakyat.web.id - Kasus perundungan massal di SMP Negeri 3 Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, menggegerkan publik. Seorang siswa kelas 7 menjadi korban kekerasan fisik oleh belasan teman sebayanya.
Video perundungan yang viral di media sosial menunjukkan korban dipukuli secara bergantian. Kejadian ini terjadi pada Jumat, 18 Juli 2025, saat kegiatan kerja bakti sekolah.
Peristiwa ini mencoreng dunia pendidikan, terutama karena terjadi di lingkungan sekolah. Korban, berinisial W, mengalami luka di perut, dada, dan wajah akibat pengeroyokan tersebut.
Kronologi dan Respons Awal
Perundungan terjadi di area belakang kamar mandi sekolah. Korban dijemput teman sebayanya dan menjadi sasaran kekerasan tanpa perlawanan.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, membenarkan kejadian tersebut. Insiden bermula dari saling ejek saat istirahat kerja bakti.
Mediasi dilakukan pada Sabtu, 19 Juli 2025, melibatkan orang tua, perangkat desa, dan aparat keamanan. Awalnya, kasus disepakati diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, keluarga korban menolak penyelesaian damai. Mereka memilih jalur hukum karena menganggap tindakan pelaku telah melampaui batas kewajaran.
Penanganan Hukum dan Pembinaan
Polres Blitar menangani kasus ini dengan serius. Sebanyak 20 saksi, termasuk siswa dan guru, telah diperiksa untuk mengungkap fakta.
Kasatreskrim Polres Blitar, AKP Momon Suwito, menyebut motif awal adalah saling ejek yang berujung balas dendam. Total 14 siswa diduga terlibat sebagai pelaku.
Sobat KabaRakyat, kasus ini melibatkan anak di bawah umur, sehingga pendekatan hukum dilakukan secara humanis. Dinas PPA turut memberikan pendampingan psikologis.
Pihak sekolah diminta membuat surat pernyataan bersama pelaku. Pembinaan lanjutan oleh Babinsa juga menjadi bagian dari kesepakatan awal.
Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman, menegaskan bullying tidak dapat dibenarkan. Ia mengajak sekolah dan masyarakat memperkuat pendidikan karakter.
Tantangan Pendidikan Karakter
Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Warsono, menyebut kasus ini akibat gagalnya transformasi pendidikan karakter. Ia menyerukan perlindungan hak anak.
Dinas Pendidikan Blitar mengakui lemahnya pengawasan selama MPLS. Area sepi seperti belakang kamar mandi menjadi celah tindakan kekerasan.
Sobat KabaRakyat, pengawasan ketat selama kegiatan sekolah sangat penting. Guru dan staf harus memastikan lingkungan aman bagi semua siswa.
Komisi E DPRD Jawa Timur mendorong pembuatan Perda Perlindungan Perempuan dan Anak. Aturan ini diharapkan jadi payung hukum pencegahan bullying.
Pihak sekolah diimbau aktif melakukan sosialisasi anti-bullying. Keterlibatan Babinsa dan Bhabinkamtibmas dalam edukasi dinilai krusial.
Kepala UPT PPA Blitar, Dwi Andi Prakasa, menegaskan pendampingan psikologis bagi korban. Proses hukum pelaku akan melibatkan BAPAS Kediri.
Sobat KabaRakyat, kasus ini menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal akademik. Pembentukan karakter harus jadi prioritas utama sekolah.