Polda Metro Jaya Selidiki Fitnah Ijazah Palsu Jokowi dengan Tujuh Ahli

Sumbar, KabaRakyat.web.id - Polda Metro Jaya terus menyelidiki dugaan fitnah terkait ijazah palsu Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo. Penyelidikan melibatkan tujuh ahli untuk memperkuat fakta. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut nama besar.
Laporan dugaan fitnah ini berawal dari tuduhan di media sosial. Tuduhan menyebut ijazah S1, skripsi, dan lembar pengesahan Joko Widodo palsu. Polda Metro Jaya menangani kasus ini dengan serius.
Penyelidikan terbagi dalam dua klaster perkara. Klaster pertama adalah fitnah via akun media sosial. Klaster kedua, dugaan penghasutan dan penyebaran hoaks, berasal dari lima laporan polisi.
Peran Tujuh Ahli dalam Penyelidikan
Tujuh ahli dilibatkan untuk mendalami kasus. Mereka adalah ahli digital forensik, bahasa Indonesia, hukum ITE, sosial hukum, psikologi massa, grafologi, dan hukum pidana. Sobat KabaRakyat, ini untuk memastikan ketelitian.
Ahli digital forensik menganalisis bukti elektronik. Mereka memeriksa keaslian dokumen digital yang diunggah. Pendekatan ilmiah ini krusial untuk memverifikasi tuduhan di media sosial.
Ahli grafologi meneliti tanda tangan dan dokumen. Tujuannya memastikan keabsahan lembar pengesahan. Sementara ahli bahasa Indonesia menganalisis narasi tuduhan untuk mendeteksi unsur fitnah.
Ahli hukum ITE mengevaluasi pelanggaran Pasal 27, 32, dan 35 UU ITE. Pasal ini terkait penghinaan, rekayasa teknologi, dan penggunaan data tanpa izin. Hukum pidana menentukan unsur tindak pidana.
Ahli psikologi massa mengkaji dampak tuduhan terhadap publik. Sobat KabaRakyat, tuduhan ini bisa memicu polarisasi sosial. Ahli sosial hukum menilai implikasi hukum terhadap masyarakat.
Dua Klaster Perkara yang Diselidiki
Klaster pertama berfokus pada fitnah di media sosial. Tuduhan ijazah palsu disebarkan melalui akun tertentu. Polda Metro Jaya telah memeriksa 49 saksi terkait perkara ini.
Pelapor klaster pertama adalah Joko Widodo sendiri. Ia melaporkan dugaan pencemaran nama baik pada 30 April 2025. Penyelidikan menargetkan akun yang menyebarkan tuduhan tanpa bukti.
Klaster kedua menyangkut lima laporan polisi. Laporan ini awalnya ditangani polres, lalu ditarik ke Polda Metro Jaya. Objeknya adalah penghasutan dan penyebaran berita bohong.
Polda telah memeriksa 50 saksi untuk klaster kedua. Tudingan ini menyangkut pihak yang diduga menghasut, termasuk Roy Suryo dan lainnya. Penyelidikan masih berlangsung.
Kontroversi dan Tantangan Penyelidikan
Pelibatan tujuh ahli menuai kritik dari akademisi. Mereka menilai penyidik ragu menentukan unsur pidana. Sobat KabaRakyat, jumlah ahli ini dianggap berlebihan oleh sebagian pihak.
Tim advokasi kriminalisasi mempertanyakan ketepatan pendekatan. Menurut mereka, penyidik berupaya menggiring kasus ke ranah pidana. Padahal, asas hukum “in dubio pro reo” seharusnya diterapkan.
Jika penyidik ragu, kasus seharusnya dihentikan. Kritik ini mencerminkan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan hukum. Penyelidikan dianggap bisa memicu polarisasi di masyarakat.
Penasehat Kapolri, Arianto Sutadi, membela pelibatan ahli. Ia menegaskan, ahli diperlukan untuk menentukan unsur pidana. Sobat KabaRakyat, ini memastikan keputusan berdasar fakta.
Polda Metro Jaya telah meminta pendapat Dewan Pers dan ahli digital forensik. Hasilnya akan menentukan langkah selanjutnya. Gelar perkara akan memutuskan kelanjutan kasus.
Bareskrim Polri sebelumnya menghentikan penyelidikan serupa. Mereka menyatakan ijazah Joko Widodo asli berdasarkan uji forensik. Polda Metro Jaya kini gunakan tem bipolarisasi di masyarakat.
Penyelidikan ini membutuhkan ketelitian dan waktu. Setelah data terkumpul, gelar perkara akan menentukan ada atau tidaknya tindak pidana. Sobat KabaRakyat, proses ini terus dipantau publik.