Terusan Funan Techo, Kamboja: Proyek Dibiayai China Siap Ubah Geopolitik Asia Tenggara

Sumbar, KabaRakyat.web.id - Kamboja tengah menjadi sorotan dunia setelah meluncurkan proyek besar bernama Terusan Funan Techo pada Agustus 2024. Terusan ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur, tetapi juga memicu kekhawatiran geopolitik yang dapat mengubah keseimbangan kekuatan di Asia Tenggara.
Dengan panjang 180 km, lebar 100 meter, dan kedalaman 5,7 meter, proyek ini dirancang untuk menghubungkan Sungai Mekong dengan Sungai Basak di ibu kota Phnom Penh. Pemerintah Kamboja berharap bahwa terusan ini dapat mengurangi ketergantungan negara terhadap pelabuhan Vietnam, yang saat ini menangani sekitar 30% kargo Kamboja.
Kondisi geografis Kamboja menjadi salah satu alasan utama pembangunan terusan ini. Negara ini memiliki akses laut yang terbatas, dengan satu-satunya pelabuhan perairan dalam di Sihanoukville yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perdagangan yang terus meningkat.
Dengan investasi sekitar 1,7 miliar USD atau sekitar Rp27,5 triliun, terusan ini diharapkan dapat menurunkan ketergantungan pada Vietnam menjadi hanya 10%. Kamboja juga memperkirakan pendapatan dari kanal ini bisa mencapai 88 juta USD pada tahun pertama operasionalnya, dan meningkat hingga 570 juta USD dalam 25 tahun mendatang.
Namun, proyek ini memunculkan banyak pertanyaan, terutama terkait biaya pembangunannya. Sebagai perbandingan, proyek kanal serupa sepanjang 100 km di Tiongkok menghabiskan lebih dari 10 miliar USD.
Bagaimana Kamboja dapat membangun kanal sepanjang 180 km dengan anggaran yang jauh lebih rendah? Banyak analis meyakini bahwa biaya tambahan akan muncul di kemudian hari, yang berpotensi meningkatkan beban utang Kamboja secara signifikan.
Salah satu faktor utama yang menimbulkan kekhawatiran adalah keterlibatan Tiongkok dalam proyek ini. Sebanyak 49% pendanaan Terusan Funan Techo berasal dari Tiongkok, yang menunjukkan besarnya pengaruh Beijing dalam proyek strategis ini.
Saat ini, hampir 40% dari total utang luar negeri Kamboja—yang mencapai lebih dari 11 miliar USD—berasal dari Tiongkok. Ketergantungan finansial ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana kebijakan Kamboja akan berpihak pada kepentingan Beijing di masa depan.
Tidak hanya di bidang ekonomi, pengaruh Tiongkok juga terlihat jelas dalam sektor militer. Pada Mei 2024, Kamboja menggelar latihan militer gabungan terbesar dengan Tiongkok, menunjukkan penguatan hubungan strategis kedua negara.
Selain itu, proyek renovasi pangkalan angkatan laut Ream di Sihanoukville, yang sepenuhnya didanai oleh Tiongkok, menambah kekhawatiran bahwa kehadiran militer Tiongkok di wilayah tersebut akan semakin meningkat. Bahkan, pada September 2024, Tiongkok menghadiahkan dua kapal perang kepada Kamboja sebagai bagian dari kerja sama pertahanan.
Ketegangan geopolitik semakin meningkat ketika pada Desember 2024, sebuah kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat tiba di Kamboja, menandai kunjungan pertama dalam delapan tahun terakhir.
Amerika Serikat menyatakan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik, namun banyak pihak menilai langkah ini sebagai respons terhadap meningkatnya dominasi Tiongkok di Kamboja.
Selain isu geopolitik, pembangunan Terusan Funan Techo juga menimbulkan kekhawatiran lingkungan yang serius. Salah satu dampak utama yang dikhawatirkan adalah perubahan pola aliran air Sungai Mekong, yang dapat memperburuk kekeringan dan meningkatkan intrusi air asin di Delta Mekong.
Wilayah ini merupakan salah satu pusat produksi pertanian utama di Vietnam, sehingga setiap gangguan terhadap aliran air dapat mengancam ketahanan pangan jutaan orang.
Pembangunan kanal ini juga berisiko merusak habitat spesies yang terancam punah. Ekosistem Sungai Mekong sangat bergantung pada siklus banjir musiman untuk mempertahankan keseimbangan flora dan fauna.
Para ahli memperingatkan bahwa proyek ini, yang kemungkinan akan berfungsi seperti bendungan, dapat menghalangi aliran air dan menghentikan suplai air ke daerah hilir, termasuk Vietnam bagian selatan. Dampak ini semakin diperparah oleh masalah lingkungan yang sudah ada sebelumnya, seperti polusi, penambangan pasir berlebihan, dan perubahan iklim.
Di tengah kritik yang semakin gencar, proyek pembangunan Terusan Funan Techo tetap berjalan sesuai rencana. Hingga Desember 2024, bagian pertama proses penandaan batas wilayah sepanjang 21 km telah selesai.
Selain itu, sekitar 55% dari tahap pertama proyek ini juga sudah mencapai tahap penyelesaian. Perkembangan ini menunjukkan bahwa Kamboja berkomitmen untuk menyelesaikan proyek ambisius ini, meskipun mendapat tekanan dari berbagai pihak.
Terusan Funan Techo memang menjanjikan manfaat ekonomi besar bagi Kamboja, tetapi di balik ambisi tersebut, terdapat risiko politik, ekonomi, dan lingkungan yang tidak bisa diabaikan.
Dengan dominasi Tiongkok yang semakin kuat di berbagai sektor, proyek ini berpotensi mengubah peta kekuatan di Asia Tenggara dan menimbulkan dampak jangka panjang bagi stabilitas kawasan. Pertanyaannya kini, apakah Kamboja benar-benar akan mendapatkan keuntungan dari proyek ini, atau justru semakin terjebak dalam ketergantungan pada Tiongkok?